BOOK
REPORT
KESWADAYAAN MASYARAKAT
Disusun
oleh :
Nama : Yohana Pertiwi
Ni
m
: 3051311072
UNIVERSITA
MUHAMMADIYAH SUKAUDIBUMI
PROGRAM
STUDI TEKNIK INFORMATIKA
2013-2014
A . Identitas Buku
Judul Buku :
Keswadayaan masyarakat
Penulis :
Soetomo
Penerbit :
Pustaka Pelajar
Tahun terbit :
2012
Tebal Halaman :
222
KATA
PENGANTAR
Asalamuallaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan khadirat allah swt.
Saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul keswadayaan masyarakat ,Pada
dasarnya setiap masyarakat mempunyai gambaran tentang kondisi masa depan yang
diidealkan. Dengan demikian sebetulnya didasari atau tidak setiap masyarakat
mempunyai visi. Visi adalah pusat keberhasilan apapu, karena manusia perlu
merasa bahwa tindakan tindakan mereka bermakna dan di tunjukan untuk cita-cita
tertentu. Pada tiap tingkatan organisasi, orang memerlukan kepekaan kemana
merek abergerak. Visi adalah citra mental bagi sesuatu yang ingin dicapai. Visi
lebih kompleks dari tujuan. Tujuan sudah lebih konkret sehingga dapat digunakan
parameter untuk mengukur tingkat pencapainya. Sementara itu, visi lebih
bersifat kualitatif dan tidak nyata (Capra,2004; 138). Dengan demikian tujuan
dapat merupakan penjabaran lebih operasional dari visi. Penjabaranlebih konkret
dan operasional diperlukan agar kemudian dapat menjadi penuntun berbagai
perencanaan dan implemensi tindakan
untuk mewujudkannya.
Wasalamuallaikum
Wr.Wb
Sukabumi,30,juni,2014
@Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I . VISI
DAN MISI MASYARAKAT 41
BAB II . PROSES
DAN DINAMIKA INTERNAL 71
KEHIDUPAN
BERMASYRAKAT
BAB
I
VISI
DAN MISI MASYARAKAT
A. VISI
Pada
dasarnya setiap masyarakat mempunyai gambaran tentang kondisi masa depan yang
diidealkan. Dengan demikian sebetulnya didasari atau tidak setiap masyarakat
mempunyai visi. Visi adalah pusat keberhasilan apapu, karena manusia perlu
merasa bahwa tindakan tindakan mereka bermakna dan di tunjukan untuk cita-cita
tertentu. Pada tiap tingkatan organisasi, orang memerlukan kepekaan kemana
merek abergerak. Visi adalah citra mental bagi sesuatu yang ingin dicapai. Visi
lebih kompleks dari tujuan. Tujuan sudah lebih konkret sehingga dapat digunakan
parameter untuk mengukur tingkat pencapainya. Sementara itu, visi lebih
bersifat kualitatif dan tidak nyata (Capra,2004; 138). Dengan demikian tujuan
dapat merupakan penjabaran lebih operasional dari visi. Penjabaranlebih konkret
dan operasional diperlukan agar kemudian dapat menjadi penuntun berbagai
perencanaan dan implemensi tindakan
untuk mewujudkannya.
Dalam
perspektif atau pendekatan keswadayaan masyarakat ini satuan yang menjadi fokus
utamanya adalah kehidupan masyarakat pada level komunitas khususnya komunitas
lokal. Dengan demikian komunitas ditempatkan sebagai setting utama bagi setiap
usaha masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan secara swadaya. Oleh sebab itu
masyarakat pada level komunitas ditempatkan sebagai pilar utama pperwujudan
kesejahteraan, disamping sudah tentu negara dan pasar. Pandangan ini agak
berbeda dengan tiga pilar kesejahteraan yang disebutkan Andersen (2002: 11).
Sudah
tentu karena visi kesejahteraan menurut kontruksi komunitas lokal tersebut
sudah eksis sejak lama, sementara masyrakat sudah mengalami dinamika dan
perubahan, maka aktualitasnya perlu selalu disegarkan. Barangkali sebagai
sebuah cerita hal tersebut sudah di
tularkan dari generasi ke generasi. Walaupun demikian, yang menjadi persoalan
adalah, apakah generasi baru masih
menangakap serta nilai yang terkandung di dalamnya atau sekedar memahaminya
secara tektual. Apabila sekedar diterima secara telektual, maka kekaguman akan
budaya masa lalu hanya lah romantisme, tanpa ada permaknaan dan penghayatan.
Visi
berdasarkan perspektif internal kan memberi arah pembangunan berdasarkan
dinamika dan keswadayaan masyrakat, sementara visi dalam perspektif ekstrenal memberikan panduan bagi berbagai
kebijakan pembangunan masyarakat yang didesain oleh pihak eksternal, baik oleh
negara maupun lembaga non negara. Apalbila proses dan dinamika pembangunan
diharapkan merupakan sinergi antara energi ekstrenal dan internal maka
persoalan akan muncul mulai dari sini.
Dalam
perspektif masyarakat lokal, keberadaan visi dan misi masyarakat tersebut dapat
dicairkan ilustrasinya dari budaya lokal dalam hal ini di ambil contoh budaya
jawa. Pada umumnya banyak orang mengatakan bahwa budaya jawa lebih
mengedepankan keseimbangan dan keselarasan. Di samping itu dalam filosofinya
juga dikenal ada nya jagat cilik dan jagat gede
Barangkali
perlu di segarkan kembali , pemikiran kritis yang pernah disampaikan terhadap
dominasi pandangan yang mengaharuskan masyarakat negara sedang berkembang untuk
melakukan transformasi striktur sosial dan kultural, apabila ingin
menyejajarkkan kondisi sosial ekonominya sebgaimana yang sudah dicapai negara
barat (Dube, dalam atal
dan pieris, 1980: 83). Kritik tersebut waktu itu bagaikan angin masa lalu,
karena masih kuatnya dominasi perspektif modernisasi. Agaknya dalam wacana
pandangan keswadayaan masyarakat ini cukup
relevan untuk diungkap kembali. Keharusan melakukan transformasi
sosiokultural tersebut, oleh Dube dinyatakan dapat merupakan ancaman bagi
otonomi dan identitas masyarakat negara sedang berkembang. Sementara itu,
keuntungan ekonomi yang diharapakan dapat dicapai dengan mengorbankan identitas
budaya tersebut belum tentu dapat terwujud. Meningat kenyataan yang di alami
masyarakat pasca industri sendiri dalam mengejar pertumbuhan ekonomi untuk
sampai pada kematangan pasca industri, sering kali justru membawa dampak pada kematangan
yang “kebablasen” dalam bentuk pembusukan di dalam bidang budaya. Oleh sebab
itu. Dude lebih merekomedasikan masyarakat negara sedang berkembang
mengembangkan visi yang lebih menggambarkan masyarakat yang dapat memberi kan
kenikmatan kultural dan suatu kehidupan yang bermakna.
Dalam
pandangan Hardjono (didalam Fisipol UGM, 1992 : 574), gambaran kehidupan yang bermakna tersebut adalah kehidupan yang
bermakna tersebut adalah kehidupan yang
masih memegang teguh tradisi. Kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang
selalu dilandasi oleh kearifan atau wisdom yang membuat masyarakat dan warga masyarakat selalu eling,
diingatkan secara terus menerus, karena
tradisi berfungsi memberi petunjuk terus menerus. Sehingga proses perkembangan
kehidupan manusia yang semakin berorientasi profan dan sama sekali meninggalkan
yang sakral yang dalam pangandan tradisi justru merupakan orientasi yang sudah
melenceng dari hakikat yang sebenarnya. Dalam pilihankata yang lebih lugas,
sudah keblinger.
B. MISI
Masyarakat menyadari
realitas kehidupan yang ada belum sesuai dengan kondisi ideal. Berdasarkan
kesadaran itu masyarakat mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu tindakan
guna mewujudkan kondisi yang diidealkan tersebut. Tindakan tersebut pada
dasarnya adalah proses perubahan menuju kondisi yang semakin sejahtera yang
disebut sebagai proses perubahan menuju kondisi yang semakin sejahtera yang
disebut proses pembanguna masyarakat. Dengan demikian tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa pembangunan masyarakat merupakan misi yang dijalankan oleh
masyarakat untuk mewujudkan visinya.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka proses pembanguna masyarakat muncul dari
kesadaran akan adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang
terjadi dalam kenyataannya, antara das sollen dengan das sein. Berkaitan dengan
kesejahteraan sebagai visi masyarakat, maka pembangunan masyarakat merupakan
upaya untuk mewujudkan kondisi sejahtera tersebut.
Dalam pandangan tradisional, misi
masyarakat tersebut juga merupakan bagian dari wajib yang harus ditunaikan.
Manusia dalam alam fenomenal mempunyai macam-macam wajib, misalnya wajib
terhadap sesama umat manusia. Kesemua wajib tersebut satu persatu tidak berdiri
sendiri, karena masing-masing hanyalah merupakan ujud atau manifestasi dari
wajib yang esensial yang hanya satu. Dengan demikian unsur keserasian dan keselaran tetap dapat terpelihara, karena
hal ini pelaksanaan misimasyarakat untuk mewujudkan visi masyarakat yang
sejahtera di tempatkan sebagai bagian
dan dalam keterkaitan nya dengan misi masyrakat yang lain yang di
bingkai oleh misi atau wajib yang
esensial.
Berdasarkan asumsi
bahwa manusia selalu mendambakan kehidupan yang lebih baik, maka perubahan
dapat dipicu oleh ketidak-puassan terhadap kondisi sekarang. Di samping itu
juga dipicu oleh keinginan untuku mewujudkan kondisi sekarang. Kondisi yang
tidak sesuai dengan ekspektasi atau harapan, mendorong orang untuk melakukan
perubahan. Lebih-lebih apabila kondisi tersebut adalah realitas yang disebut
sebagai masalah sosial. Masalah sosial adalah kondisi yang tidak diharapkan
sehingga dapat menjadi alasan mengapa dilakukan perubahan dan perbaikan.
Apabila kondisi kehidupan yang sedang dihadapi diidentifikasikan sebagai
masalah sosial, maka doronagn untuk melakukan perubahan akan semakin kuat.
Dalam
masyarakat ideal, kapasitas ini akan senantiasa berkembang sejlan dengan
perkembangan kebutuhan dan perkembangan tantangan serta peluang yang muncul.
Apabila kapasitas masyrakat tidak mampu berkembang mengikuti dinamika yang terjadi
maka masalah sosial muncul. Seperti yang sudah seperti yang sudah dibahas dalam
uraina terdahulu, supaya tidak berdampak pada munculnya masalah sosial,
kesenjangan antara kapasitas dan
tuntutan kebutuhan tersebut di subtitusi oleh peran faktor dari luar masyarakat.
Masuknya faktor eksternal baik sifat dan
proporsi perannya akan meyesuaikan dengan kapasitas sistem yang ada.
BAB
II
PROSES
DAN DINAMIKA INTERNAL
KEHIDUPAN
BERMASYRAKAT
A. Berbasis Dinamika Alamiah
Proses
dan dinamika dalam kehidupan masyarakat melalui berbagai tindakan bersama untuk
meningkatkan kondisi kehidupannya ibarat usah masyarakat menjalankan misi untuk
mewujudkan visi. Berdasarkan asumsi
bahwa masyarakat senantias mengalami perubahan dan setiap masyarakat berharap kehidupan yang akan datang lebih
baik dari kehidupan sekarang, maka proses spontan yang bersifat alamiah. Suatu bermasyarakat
terutama dalam bentuk komunikasi lokal melalui proses realisai sosial telah
membentuk kehidupan yang terpola dan bersistem. Di sisi yang lain sebuah
komunitas lokal adalah entitas yang
dinamis yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Perkembangan yang terjadi juga
meliputi perkembangan ujud jaringan atau interkoneksitasnya. Tatanan merupakan suatu organisme yang memilik memampuan dan
kecendrungan untuk berkembang secara mandiri dan melakukan asosiasi atau fusi
dengan tatanan lainnya.
Struktrur
yang terbentuk secara alamiah melauli dinamika internal lebih merupakan
perwujudan nilai dasar, sehingga merupakan cerminan dari identitas masyarakat.
Struktur yang terbentuk boleh dikatakan merupakan hasil kompromi antara
karakteristrik diri dengan kekuatan proses yang berjalan. Dalam kehidupan
masyarakat niali dasar biasanya cenderung lebih kukuh, stabil yang tidak cepat
berubah, sehingga tidak salah apabila digunakan sebagai atribtu identitas
masyarakatnya. Sementara akomodasi terhadap tuntutan dan kecenderungan
perubahan dan perkembangan secara makro dapat di tampung oleh nilai
instrumental dan terutama oleh niali praksis.
Walaupun
lebih berbasi pada dinamika perubahan spontan, sebagai suatu proses relasi
sosial yang terpola dan terorganisasi, kehidupan dalam suatu komunitas tidak
dapat diingkari juga mengandung unsur struktur terdesain. Struktur terdesain
adalah struktur formal oraganisasi, kemunculan spontal dimungkinkan oleh
jaringan informal dan komunitas praktik. Struktur terdesain menyediakan aturan
dan rutinitas yang diperlukan organisasi. Oleh sebab itu struktur terdesain
cendrung lebih menciptakan stabilitas. Di lain pihak struktur kemunculan
spontan memberi pembaruan, kreativitas dan fleksibilitas. Kemunculan spontan
ini sifatnya adaptif sehingga mampu
berubah dan berevolusi.
Dari
pengalaman pelaksana pembangunan masa lalu patut dicatat bahwa peran eksternal
terutama negara sering kali lebih berat pada pencipta struktur terdesain ini.
Kelemahannya adalah pencipta sering kali kurang mempertimbangkan keberadaan
pola kemunculan spontan sudah ada sebelumnya
B. Proses Belajar
Dengan
demikian kualitas dari sistem akan ditentukan oleh kemandirian yang dimiliki
dalam hal ini kompetensi dan otonomi
untuk melakukan adaptasi kreatif terhadap perkembangan lingkungannya dan
kapasitasnya dalam mengelola perubahan untuk peningkatan kondisi kehidupannya.
Proses adaptasi kreatif dan pengelolaan perubahan melibatkan seluruh komponen
dari sistem. Dengan demikian masing-masing komponen akan merasa ikut memiliki
proses tersebut masing-masing merasa ikut bertanggung jawab akan
keberhasilannya dan dalam mempertahankan eksistensinya. Eksistensi dan
keberlangsungan suatu sistem sangat tergantung pada komitmen unsur atau
komponen yang membentuk sistem tersebut. Dalam hal ini masing-masing unsur
merasa memiliki dan mempunyai
kepentingan untuk menjaga kelangsungan tatanan atau sistem yang ada.
Proses
pembelajaran berlangsung dalam proses relasi sosial, terjadi melalui berbagai
tindakan bersama, bukan fokus pada tindakan individual. Tindakan bersama untuk
mewujudkan kebutuhan dan kepentingan bersama tersebut difasilitasi oleh institusi sosial dan
demikian dalam proses dan dinamikan
kehidupan masyarakat untuk meweujudkan kondisi kehidupan yang semakin sejahtera
tersebut terkandung unsur nilai,institusi dan mekanisme/tindakan bersama.
Suatu
komunitas bukalah entitas yang terasing dari lingkungan nya yang lebih makro. Oleh
sebab itu dalam realitas kehidupan di samping di temukan adanya interkoneksitas
internal antar unsur-unsur dalam komunitas tersebut, juga di jumpai
interkoneksitas antara komunitas dengan lingkungan yang lebih luas. Oleh sebab
itu usaha komunitas untuk mewujudkan tujuna, kebutuhan dan kepentingan bersama
disamping mengandalkan energi internal juga dapat bersinergi dengan energi
ekstrenal. Masuknya energi eksternal.
Secara
garis besar mekanisme yang berulang dan berkelanjutan tadi dapat
digambarkan dalam tahap-tahap berikutnya
;
1. Tahap
awareness
2. Tahap
kesadaran akan kondisi ideal
3. Kesenjangan
antara butir 1 dan 2
4. Transformasi
menjadi visi
5. Identifikasi
potensi dan energi internal
6. Memperhitungakan
tujuan
7. Keputusan
bersama
8. Keputusan
dan rencana
9. Evaluasi
dan mitoring
10. Proses
bersama
11. Tindakan
bersama
12. Pembelajaran
sosial
C. Masyarakat sebagai aktor utama
Dalam realiata kehidupan bermasyarakat dan bernegara
memang pada umumnya perwujudan kesejahteraan menjadi tanggung jawab bersama
antara masyarakat, negara dan swasta
atau dunia usaha. Berkaitan dengan hali ini proporsi dan kontribusi
masing-masing pihak sangat ditentukan oleh perspektif yang digunakan. Pada
umumnya variasi dari berbagai perspektif
tersebut terntang dari dua kutub ekstrem. Pada ekstrem pertama merupakan
pandangan bahwa negara memikul tanggung jawab dalam perwujudan kesejahteraan
masyarakat. Sementara pada ekstrem yang lain negara tidak ikut campur dalam
upaya perwujudan kesejahteraan tersebut.
Dalam
pandangan yang lain, perwujudan kesejahteraan tersebut tidak dibebankan
sepenuhnya kepada negara. Perwujudan kesejahteraan menjadi tanggung jawab
bersama antara negara, masyarakat dan dunia usaha. Dalam praktik karena pertimbangan tertentu,
dimungkinkan dalam tanggung jawab kesejahteraan initerdapat perbedaan antara
apa yang seharusnya, atau apa yang dirumuskan secara normatif dalam berbagai ketentuan
dan aturan dengan apa senyata terjadi.
Keterlibatan
masyarakat dalamperwujudan kesejahteraan tersebut di dalamnya termasuk juga
keterlibatan masyarakat untuk secara mandiri dan melekat melakukan upaya
pemecahan masalah yang tidak diharapkan oleh masyarakat sendiri. Oleh sebab itu
keberadaannya akan mengundang respons
yang merupakan reaksi masyarakat terhadap kondisi tersebut. Respons masyarakat dapat
berupa tindakan kolektif untuk melakukan perubahan dalam bentuk dalam tindakan
rehabilitatif, atau bahkan mengantisipasi agar kondisi yang tidak diharapkan
tersebut tidak terjadi
dengan
pengelolahan keseluruhan proses pembangunan oleh masyrakat pada tingkat
komunitas dan menggunakan mekanisme yang sudah melembaga dan terbentuk melaluli
proses belajar sosisal yang panjang , dalam implementasinya akan diperoleh
beberapa keuntungan, pertama, tujuan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dapat dicapai secara harmonis dan
konflik antar kelompok-kelompok masyarakat dapat direndam. Hal itu disebabkan
karena prosesnya menggunakan mekanisme yang sudah melembagayang merupakan hasil
adaptasi terhadap konidsi sosio kultural masyarakatnya. Dengan demikian apanila
proses pengambila keputusan di abmil secara kolektif oleh warga komunitas, maka
sebetulnya pengambilan keputusan tersebut dapat dikatakan telah melalui proses
yang demokratis. Walaupun demikian proses demokrasi yang digunakan adalah
demokrasi menurut pola setempat, demokrasi yang berbasis kondisi sosiokultural
masyarakatanya atau demokrasi berdasarkan konstruksi masyarakat setempat. Pola
demokrasi lokal ini merupakan bagian dari keraifan dan pengetahuan lokal. Dalam
praktik kehidupan bermasyarakat, proses pengambilan keputusan melalui
musyawarah atau rembuk warga banyak
digunakan dan banyak dijumpai sebagai realitas empirik.
Kedua
kenyataan
bahwa mekanisme pengelolaan pembangunanoleh masyarakat merupakan bagian proses
bekerja sambil belajar yang cukup panjang,yang melibatkan seluruh warga
komunitas. Hal itu berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan yang bersifat swaekelola tersebut merupakan faktor yang sangat urgen.
Dari proses yang bersifat kumulati tersebut, maka partisipasi masyarakat
ditempatkan sebagai sarana sekaligus tujuan proses pembangunan.
Ketiga,
berdasarkan
pemikiran bahwa keswadayaan masyarakat tidak sama dengan eksklusivitas dan
isolasi komunitas, maka dalam proses pembangunan yang mengandalkan keswadayaan
masyrakat tetap dibutuhkan peranan faktro eksternal, baik dari negara/
pemerintah maupun unsur non-pemerintah. Dengan demikian peningkatan trust pihak ekstrenal terhadapa
kapasitas masyarakat lokal sangat diperlukan. Kesememuanya itu dibutuhkan agar
pihak ekstrenal termasuk pemerintah bersedia memberikan peran dan
konstribusinya bagi pelksan pembangunan yang dirancang oleh masuyrakat
tersebut.
Keempat,
oleh karena dalma pandangan keswadayaan masyarakat proses pembangunan dikelola
dari, oleh dan untuk masyarakat, maka kurangnya partisipasi masyarakat perlu
lihat sebagai adanya persoalan secara internal dikalangan anggota masyrakat itu
sendiri.
Dengan perkataan lain, pola baru yang
diperkenalkan belum tahu mampu melewati proses institusionalsai, dalam
pengertian menjadi pola yang dapat diterima, diakui manfatnya dan daitempatkan
sebagai bagian dari pola aktivitas masyrakat. Persoalan lain juga sering
berangkat dari penilaian terhadap sesuai atau tidak sesuainya pola baru yang
diperkenalkan tersebut dengan kebutuhan pembangunan. Yang menjadi persoalan
adalah pembangunan dalam perspektif dan menurut konstruksi siapa. Dalam
pandangan keswadayaan masyarakat ini, maka konsep pembangunan yang digunakan adalah
pembangunan menurut perspektif dan berdasarkan konstruksi masyarakat.
Apabalia pembangunan
khususnya pembangunan masyarakat diyakini sebagai proses untuk mewujudkan atau
meningkatkan kesejahteraan yang diidealkan, melaikan cara untuk mewujudkan juga
berdasarkan konstruksi masyarakat, yang diperoleh melalui proses dan pengalaman
panjang termasuk melalui pola adaptasinya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu
apalabila terdapat unsur pola dan baru yang diperkenalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar