Senin, 30 Juni 2014

BOOK REPORT


BOOK REPORT


KESWADAYAAN MASYARAKAT


Disusun oleh :
Nama      : Yohana Pertiwi
Ni m           : 3051311072
                               
UNIVERSITA MUHAMMADIYAH SUKAUDIBUMI
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
2013-2014

A   . Identitas Buku

Judul Buku                  : Keswadayaan masyarakat
Penulis                   : Soetomo
Penerbit                 : Pustaka Pelajar   
Tahun terbit           : 2012
Tebal Halaman      : 222

KATA PENGANTAR

Asalamuallaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kita panjatkan khadirat allah swt. Saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul keswadayaan masyarakat ,Pada dasarnya setiap masyarakat mempunyai gambaran tentang kondisi masa depan yang diidealkan. Dengan demikian sebetulnya didasari atau tidak setiap masyarakat mempunyai visi. Visi adalah pusat keberhasilan apapu, karena manusia perlu merasa bahwa tindakan tindakan mereka bermakna dan di tunjukan untuk cita-cita tertentu. Pada tiap tingkatan organisasi, orang memerlukan kepekaan kemana merek abergerak. Visi adalah citra mental bagi sesuatu yang ingin dicapai. Visi lebih kompleks dari tujuan. Tujuan sudah lebih konkret sehingga dapat digunakan parameter untuk mengukur tingkat pencapainya. Sementara itu, visi lebih bersifat kualitatif dan tidak nyata (Capra,2004; 138). Dengan demikian tujuan dapat merupakan penjabaran lebih operasional dari visi. Penjabaranlebih konkret dan operasional diperlukan agar kemudian dapat menjadi penuntun berbagai perencanaan  dan implemensi tindakan untuk mewujudkannya.

Wasalamuallaikum Wr.Wb


Sukabumi,30,juni,2014


@Penyusun





DAFTAR ISI

BAB I .       VISI DAN MISI MASYARAKAT             41

BAB II .      PROSES DAN DINAMIKA INTERNAL  71
KEHIDUPAN BERMASYRAKAT



BAB I
VISI DAN MISI MASYARAKAT
A. VISI
            Pada dasarnya setiap masyarakat mempunyai gambaran tentang kondisi masa depan yang diidealkan. Dengan demikian sebetulnya didasari atau tidak setiap masyarakat mempunyai visi. Visi adalah pusat keberhasilan apapu, karena manusia perlu merasa bahwa tindakan tindakan mereka bermakna dan di tunjukan untuk cita-cita tertentu. Pada tiap tingkatan organisasi, orang memerlukan kepekaan kemana merek abergerak. Visi adalah citra mental bagi sesuatu yang ingin dicapai. Visi lebih kompleks dari tujuan. Tujuan sudah lebih konkret sehingga dapat digunakan parameter untuk mengukur tingkat pencapainya. Sementara itu, visi lebih bersifat kualitatif dan tidak nyata (Capra,2004; 138). Dengan demikian tujuan dapat merupakan penjabaran lebih operasional dari visi. Penjabaranlebih konkret dan operasional diperlukan agar kemudian dapat menjadi penuntun berbagai perencanaan  dan implemensi tindakan untuk mewujudkannya.
            Dalam perspektif atau pendekatan keswadayaan masyarakat ini satuan yang menjadi fokus utamanya adalah kehidupan masyarakat pada level komunitas khususnya komunitas lokal. Dengan demikian komunitas ditempatkan sebagai setting utama bagi setiap usaha masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan secara swadaya. Oleh sebab itu masyarakat pada level komunitas ditempatkan sebagai pilar utama pperwujudan kesejahteraan, disamping sudah tentu negara dan pasar. Pandangan ini agak berbeda dengan tiga pilar kesejahteraan yang disebutkan  Andersen (2002: 11).
            Sudah tentu karena visi kesejahteraan menurut kontruksi komunitas lokal tersebut sudah eksis sejak lama, sementara masyrakat sudah mengalami dinamika dan perubahan, maka aktualitasnya perlu selalu disegarkan. Barangkali sebagai sebuah cerita  hal tersebut sudah di tularkan dari generasi ke generasi. Walaupun demikian, yang menjadi persoalan adalah,  apakah generasi baru masih menangakap serta nilai yang terkandung di dalamnya atau sekedar memahaminya secara tektual. Apabila sekedar diterima secara telektual, maka kekaguman akan budaya masa lalu hanya lah romantisme, tanpa ada permaknaan dan penghayatan.
            Visi berdasarkan perspektif internal kan memberi arah pembangunan berdasarkan dinamika dan keswadayaan masyrakat, sementara visi dalam perspektif  ekstrenal memberikan panduan bagi berbagai kebijakan pembangunan masyarakat yang didesain oleh pihak eksternal, baik oleh negara maupun lembaga non negara. Apalbila proses dan dinamika pembangunan diharapkan merupakan sinergi antara energi ekstrenal dan internal maka persoalan akan muncul mulai dari sini.
            Dalam perspektif masyarakat lokal, keberadaan visi dan misi masyarakat tersebut dapat dicairkan ilustrasinya dari budaya lokal dalam hal ini di ambil contoh budaya jawa. Pada umumnya banyak orang mengatakan bahwa budaya jawa lebih mengedepankan keseimbangan dan keselarasan. Di samping itu dalam filosofinya juga dikenal ada nya jagat cilik dan jagat gede
            Barangkali perlu di segarkan kembali , pemikiran kritis yang pernah disampaikan terhadap dominasi pandangan yang mengaharuskan masyarakat negara sedang berkembang untuk melakukan transformasi striktur sosial dan kultural, apabila ingin menyejajarkkan kondisi sosial ekonominya sebgaimana yang sudah dicapai negara barat                                   (Dube, dalam atal dan pieris, 1980: 83). Kritik tersebut waktu itu bagaikan angin masa lalu, karena masih kuatnya dominasi perspektif modernisasi. Agaknya dalam wacana pandangan keswadayaan masyarakat ini cukup  relevan untuk diungkap kembali. Keharusan melakukan transformasi sosiokultural tersebut, oleh Dube dinyatakan dapat merupakan ancaman bagi otonomi dan identitas masyarakat negara sedang berkembang. Sementara itu, keuntungan ekonomi yang diharapakan dapat dicapai dengan mengorbankan identitas budaya tersebut belum tentu dapat terwujud. Meningat kenyataan yang di alami masyarakat pasca industri sendiri dalam mengejar pertumbuhan ekonomi untuk sampai pada kematangan pasca industri, sering kali justru membawa dampak pada kematangan yang “kebablasen” dalam bentuk pembusukan di dalam bidang budaya. Oleh sebab itu. Dude lebih merekomedasikan masyarakat negara sedang berkembang mengembangkan visi yang lebih menggambarkan masyarakat yang dapat memberi kan kenikmatan kultural dan suatu kehidupan yang bermakna.
            Dalam pandangan Hardjono (didalam Fisipol UGM, 1992 : 574), gambaran kehidupan  yang bermakna tersebut adalah kehidupan yang bermakna tersebut adalah kehidupan  yang masih memegang teguh tradisi. Kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang selalu dilandasi oleh kearifan atau wisdom yang membuat masyarakat  dan warga masyarakat selalu eling, diingatkan  secara terus menerus, karena tradisi berfungsi memberi petunjuk terus menerus. Sehingga proses perkembangan kehidupan manusia yang semakin berorientasi profan dan sama sekali meninggalkan yang sakral yang dalam pangandan tradisi justru merupakan orientasi yang sudah melenceng dari hakikat yang sebenarnya. Dalam pilihankata yang lebih lugas, sudah keblinger.








B. MISI
        Masyarakat menyadari realitas kehidupan yang ada belum sesuai dengan kondisi ideal. Berdasarkan kesadaran itu masyarakat mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu tindakan guna mewujudkan kondisi yang diidealkan tersebut. Tindakan tersebut pada dasarnya adalah proses perubahan menuju kondisi yang semakin sejahtera yang disebut sebagai proses perubahan menuju kondisi yang semakin sejahtera yang disebut proses pembanguna masyarakat. Dengan demikian tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pembangunan masyarakat merupakan misi yang dijalankan oleh masyarakat  untuk mewujudkan visinya. Mempertimbangkan hal tersebut, maka proses pembanguna masyarakat muncul dari kesadaran akan adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dalam kenyataannya, antara das sollen dengan das sein. Berkaitan dengan kesejahteraan sebagai visi masyarakat, maka pembangunan masyarakat merupakan upaya untuk mewujudkan kondisi sejahtera tersebut.
            Dalam pandangan tradisional, misi masyarakat tersebut juga merupakan bagian dari wajib yang harus ditunaikan. Manusia dalam alam fenomenal mempunyai macam-macam wajib, misalnya wajib terhadap sesama umat manusia. Kesemua wajib tersebut satu persatu tidak berdiri sendiri, karena masing-masing hanyalah merupakan ujud atau manifestasi dari wajib yang esensial yang hanya satu. Dengan demikian  unsur keserasian  dan keselaran tetap dapat terpelihara, karena hal ini pelaksanaan misimasyarakat untuk mewujudkan visi masyarakat yang sejahtera di tempatkan sebagai bagian  dan dalam keterkaitan nya dengan misi masyrakat yang lain yang di bingkai  oleh misi atau wajib yang esensial.
Berdasarkan asumsi bahwa manusia selalu mendambakan kehidupan yang lebih baik, maka perubahan dapat dipicu oleh ketidak-puassan terhadap kondisi sekarang. Di samping itu juga dipicu oleh keinginan untuku mewujudkan kondisi sekarang. Kondisi yang tidak sesuai dengan ekspektasi atau harapan, mendorong orang untuk melakukan perubahan. Lebih-lebih apabila kondisi tersebut adalah realitas yang disebut sebagai masalah sosial. Masalah sosial adalah kondisi yang tidak diharapkan sehingga dapat menjadi alasan mengapa dilakukan perubahan dan perbaikan. Apabila kondisi kehidupan yang sedang dihadapi diidentifikasikan sebagai masalah sosial, maka doronagn untuk melakukan perubahan akan semakin kuat.
            Dalam masyarakat ideal, kapasitas ini akan senantiasa berkembang sejlan dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan tantangan serta peluang yang muncul. Apabila kapasitas masyrakat tidak mampu berkembang mengikuti dinamika yang terjadi maka masalah sosial muncul. Seperti yang sudah seperti yang sudah dibahas dalam uraina terdahulu, supaya tidak berdampak pada munculnya masalah sosial, kesenjangan  antara kapasitas dan tuntutan kebutuhan tersebut di subtitusi oleh peran faktor dari luar masyarakat. Masuknya faktor eksternal  baik sifat dan proporsi perannya akan meyesuaikan dengan kapasitas sistem yang ada.


BAB II
PROSES DAN DINAMIKA INTERNAL
KEHIDUPAN BERMASYRAKAT
A.  Berbasis Dinamika Alamiah
          Proses dan dinamika dalam kehidupan masyarakat melalui berbagai tindakan bersama untuk meningkatkan kondisi kehidupannya ibarat usah masyarakat menjalankan misi untuk mewujudkan visi. Berdasarkan  asumsi bahwa masyarakat senantias mengalami perubahan dan setiap masyarakat  berharap kehidupan yang akan datang lebih baik dari kehidupan sekarang, maka proses spontan  yang bersifat alamiah. Suatu bermasyarakat terutama dalam bentuk komunikasi lokal melalui proses realisai sosial telah membentuk kehidupan yang terpola dan bersistem. Di sisi yang lain sebuah komunitas lokal adalah  entitas yang dinamis yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Perkembangan yang terjadi juga meliputi perkembangan ujud jaringan atau interkoneksitasnya. Tatanan merupakan  suatu organisme yang memilik memampuan dan kecendrungan untuk berkembang secara mandiri dan melakukan asosiasi atau fusi dengan tatanan lainnya.
            Struktrur yang terbentuk secara alamiah melauli dinamika internal lebih merupakan perwujudan nilai dasar, sehingga merupakan cerminan dari identitas masyarakat. Struktur yang terbentuk boleh dikatakan merupakan hasil kompromi antara karakteristrik diri dengan kekuatan proses yang berjalan. Dalam kehidupan masyarakat niali dasar biasanya cenderung lebih kukuh, stabil yang tidak cepat berubah, sehingga tidak salah apabila digunakan sebagai atribtu identitas masyarakatnya. Sementara akomodasi terhadap tuntutan dan kecenderungan perubahan dan perkembangan secara makro dapat di tampung oleh nilai instrumental dan terutama oleh niali praksis.
            Walaupun lebih berbasi pada dinamika perubahan spontan, sebagai suatu proses relasi sosial yang terpola dan terorganisasi, kehidupan dalam suatu komunitas tidak dapat diingkari juga mengandung unsur struktur terdesain. Struktur terdesain adalah struktur formal oraganisasi, kemunculan spontal dimungkinkan oleh jaringan informal dan komunitas praktik. Struktur terdesain menyediakan aturan dan rutinitas yang diperlukan organisasi. Oleh sebab itu struktur terdesain cendrung lebih menciptakan stabilitas. Di lain pihak struktur kemunculan spontan memberi pembaruan, kreativitas dan fleksibilitas. Kemunculan spontan ini sifatnya adaptif sehingga mampu  berubah dan berevolusi.
            Dari pengalaman pelaksana pembangunan masa lalu patut dicatat bahwa peran eksternal terutama negara sering kali lebih berat pada pencipta struktur terdesain ini. Kelemahannya adalah pencipta sering kali kurang mempertimbangkan keberadaan pola kemunculan spontan sudah ada sebelumnya

B.  Proses Belajar
            Dengan demikian kualitas dari sistem akan ditentukan oleh kemandirian yang dimiliki dalam hal ini kompetensi  dan otonomi untuk melakukan adaptasi kreatif terhadap perkembangan lingkungannya dan kapasitasnya dalam mengelola perubahan untuk peningkatan kondisi kehidupannya. Proses adaptasi kreatif dan pengelolaan perubahan melibatkan seluruh komponen dari sistem. Dengan demikian masing-masing komponen akan merasa ikut memiliki proses tersebut masing-masing merasa ikut bertanggung jawab akan keberhasilannya dan dalam mempertahankan eksistensinya. Eksistensi dan keberlangsungan suatu sistem sangat tergantung pada komitmen unsur atau komponen yang membentuk sistem tersebut. Dalam hal ini masing-masing unsur merasa memiliki  dan mempunyai kepentingan untuk menjaga kelangsungan tatanan atau sistem yang ada.
            Proses pembelajaran berlangsung dalam proses relasi sosial, terjadi melalui berbagai tindakan bersama, bukan fokus pada tindakan individual. Tindakan bersama untuk mewujudkan kebutuhan dan kepentingan bersama tersebut  difasilitasi oleh institusi sosial dan demikian dalam proses  dan dinamikan kehidupan masyarakat untuk meweujudkan kondisi kehidupan yang semakin sejahtera tersebut terkandung unsur nilai,institusi dan mekanisme/tindakan bersama.
            Suatu komunitas bukalah entitas yang terasing dari lingkungan nya yang lebih makro. Oleh sebab itu dalam realitas kehidupan di samping di temukan adanya interkoneksitas internal antar unsur-unsur dalam komunitas tersebut, juga di jumpai interkoneksitas antara komunitas dengan lingkungan yang lebih luas. Oleh sebab itu usaha komunitas untuk mewujudkan tujuna, kebutuhan dan kepentingan bersama disamping mengandalkan energi internal juga dapat bersinergi dengan energi ekstrenal. Masuknya energi eksternal.
            Secara garis besar mekanisme yang berulang dan berkelanjutan tadi dapat digambarkan  dalam tahap-tahap berikutnya ;
1.      Tahap awareness
2.      Tahap kesadaran akan kondisi ideal
3.      Kesenjangan antara butir 1 dan 2
4.      Transformasi menjadi visi
5.      Identifikasi potensi dan energi internal
6.      Memperhitungakan tujuan
7.      Keputusan bersama
8.      Keputusan dan rencana
9.      Evaluasi dan mitoring
10.  Proses bersama
11.  Tindakan bersama
12.  Pembelajaran sosial


C.  Masyarakat sebagai aktor utama
Dalam realiata kehidupan bermasyarakat dan bernegara memang pada umumnya perwujudan kesejahteraan menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat, negara  dan swasta atau dunia usaha. Berkaitan dengan hali ini proporsi dan kontribusi masing-masing pihak sangat ditentukan oleh perspektif yang digunakan. Pada umumnya variasi dari berbagai perspektif  tersebut terntang dari dua kutub ekstrem. Pada ekstrem pertama merupakan pandangan bahwa negara memikul tanggung jawab dalam perwujudan kesejahteraan masyarakat. Sementara pada ekstrem yang lain negara tidak ikut campur dalam upaya perwujudan kesejahteraan tersebut.
            Dalam pandangan yang lain, perwujudan kesejahteraan tersebut tidak dibebankan sepenuhnya kepada negara. Perwujudan kesejahteraan menjadi tanggung jawab bersama antara negara, masyarakat dan dunia usaha.  Dalam praktik karena pertimbangan tertentu, dimungkinkan dalam tanggung jawab kesejahteraan initerdapat perbedaan antara apa yang seharusnya, atau apa yang dirumuskan secara normatif dalam berbagai ketentuan dan aturan dengan apa senyata terjadi.
            Keterlibatan masyarakat dalamperwujudan kesejahteraan tersebut di dalamnya termasuk juga keterlibatan masyarakat untuk secara mandiri dan melekat melakukan upaya pemecahan masalah yang tidak diharapkan oleh masyarakat sendiri. Oleh sebab itu keberadaannya  akan mengundang respons yang merupakan reaksi masyarakat terhadap kondisi tersebut. Respons masyarakat dapat berupa tindakan kolektif untuk melakukan perubahan dalam bentuk dalam tindakan rehabilitatif, atau bahkan mengantisipasi agar kondisi yang tidak diharapkan tersebut tidak terjadi  
            dengan pengelolahan keseluruhan proses pembangunan oleh masyrakat pada tingkat komunitas dan menggunakan mekanisme yang sudah melembaga dan terbentuk melaluli proses belajar sosisal yang panjang , dalam implementasinya akan diperoleh beberapa keuntungan, pertama, tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dapat dicapai secara harmonis dan konflik antar kelompok-kelompok masyarakat dapat direndam. Hal itu disebabkan karena prosesnya menggunakan mekanisme yang sudah melembagayang merupakan hasil adaptasi terhadap konidsi sosio kultural masyarakatnya. Dengan demikian apanila proses pengambila keputusan di abmil secara kolektif oleh warga komunitas, maka sebetulnya pengambilan keputusan tersebut dapat dikatakan telah melalui proses yang demokratis. Walaupun demikian proses demokrasi yang digunakan adalah demokrasi menurut pola setempat, demokrasi yang berbasis kondisi sosiokultural masyarakatanya atau demokrasi berdasarkan konstruksi masyarakat setempat. Pola demokrasi lokal ini merupakan bagian dari keraifan dan pengetahuan lokal. Dalam praktik kehidupan bermasyarakat, proses pengambilan keputusan melalui musyawarah  atau rembuk warga banyak digunakan dan banyak dijumpai sebagai realitas empirik.
           
Kedua kenyataan bahwa mekanisme pengelolaan pembangunanoleh masyarakat merupakan bagian proses bekerja sambil belajar yang cukup panjang,yang melibatkan seluruh warga komunitas. Hal itu berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang bersifat swaekelola tersebut merupakan faktor yang sangat urgen. Dari proses yang bersifat kumulati tersebut, maka partisipasi masyarakat ditempatkan sebagai sarana sekaligus tujuan proses pembangunan.
Ketiga, berdasarkan pemikiran bahwa keswadayaan masyarakat tidak sama dengan eksklusivitas dan isolasi komunitas, maka dalam proses pembangunan yang mengandalkan keswadayaan masyrakat tetap dibutuhkan peranan faktro eksternal, baik dari negara/ pemerintah maupun unsur non-pemerintah. Dengan demikian peningkatan trust pihak ekstrenal terhadapa kapasitas masyarakat lokal sangat diperlukan. Kesememuanya itu dibutuhkan agar pihak ekstrenal termasuk pemerintah bersedia memberikan peran dan konstribusinya bagi pelksan pembangunan yang dirancang oleh masuyrakat tersebut.
Keempat, oleh karena dalma pandangan keswadayaan masyarakat proses pembangunan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat, maka kurangnya partisipasi masyarakat perlu lihat sebagai adanya persoalan secara internal dikalangan anggota masyrakat itu sendiri.
 Dengan perkataan lain, pola baru yang diperkenalkan belum tahu mampu melewati proses institusionalsai, dalam pengertian menjadi pola yang dapat diterima, diakui manfatnya dan daitempatkan sebagai bagian dari pola aktivitas masyrakat. Persoalan lain juga sering berangkat dari penilaian terhadap sesuai atau tidak sesuainya pola baru yang diperkenalkan tersebut dengan kebutuhan pembangunan. Yang menjadi persoalan adalah pembangunan dalam perspektif dan menurut konstruksi siapa. Dalam pandangan keswadayaan masyarakat ini, maka konsep pembangunan yang digunakan adalah pembangunan menurut perspektif dan berdasarkan konstruksi masyarakat.
Apabalia pembangunan khususnya pembangunan masyarakat diyakini sebagai proses untuk mewujudkan atau meningkatkan kesejahteraan yang diidealkan, melaikan cara untuk mewujudkan juga berdasarkan konstruksi masyarakat, yang diperoleh melalui proses dan pengalaman panjang termasuk melalui pola adaptasinya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu apalabila terdapat unsur pola dan baru yang diperkenalkan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar